Powered By Blogger

Jumat, 17 Desember 2010

PERBEDAAN 4 ALIRAN ISLAM DI TINJAU DARI PAHAM DAN ALIRAN POLITIK

<span>Perbedaan 4 aliran islam di tnjau dari sisi ajarannya:
  • <span>Khawarij
  1. 1.      <span>Kaum mulimin yang melakukan dosa besar adalah kafir</span>
  2. 2.      <span>Kaum muslimin yang terlibat dalam perang jamal, yakni  peranag antara Aisyah dan, Thalhah, dan Zubair melawan Ali bin Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk yang menerima dan membenarkannya) di anggap kafir.</span>
  3. 3.      <span>Khalifah harus di pilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi, seorang dari golongan manapun bisa menjadi kholifah asalkan mampu memimpin dan benar.</span>
Tokoh-tokohnya:
  • 'Abdullah bin Wahhab ar-Rasyidi
  • Urwah bin Hudair
  • Mustarid bin Sa'ad
  • Hausarah al-Asadi
  • Quraib bin Maruah
  • Nafi' bin al-Azraq
  • 'Abdullah bin Basyir
  • Najdah bin Amir al-Hanafi
  • Muktazilah
Muktazilah (bahasa Arab: المعتزلة al-mu`tazilah) adalah satu dari cabang pemikiran dalam Islam yang terkenal dengan <span>sifat </span>rasional<span> dan </span>liberal<span>.</span> Ciri utama yang membezakan pemikiran ini dari pemikiran teologi Islam lainnya adalah <span>pandangannya yang lebih banyak menggunakan dalil 'aqliah (akal) sehingga sering disebut sebagai aliran rasionalis Islam.</span> Berikut adalah sekilas tentang pahamnya: 
  1. Al-tauhid
  • Muktazilah percaya kepada tauhid yaiu tuhan itu satu.
  • Al-Quran adalah makhluk
  • Tuhan di alam akhirat kelak akan terlihat mata manusia.
  1. Bila menghadapi kesulitan dunia, mereka percaya pada free will (keininan yang bebasan bagi manusia). kejahatan itu wajar, atau dengan kata lain di akui  karena merupakan kesalahan manusia dalam melakuan sesuatu. Mereka bergantung dengan pemehaman yang di sebut dengan  taklif, di mana kehidupan dii dunia ini berpusat pada penggunaan akal manusia untuk memilih yang baik atau salah sebagai bentuk ujian dari tuhan.
  2. Mereka yakin akan janji Tuhan yang akan memberikan pahala bagi yang berbuat baik dan mendapat ganjarannya di akherat kelak, begitu juga dengan orang yang melanggar larangn tuhan, sudah di sediakan ketentuan bagi mereka.
  3. Mukmin yang berdosa besar tapi tidak bertaubat, maka ia bukan orang yang beriman, tapi juga bukan kafir. Dia bisa di sebut dengan orang fasik. Pemikiran ini di cetuskan oleh Wasil Ibn Ata.
  4. Dalam hal menyerukan kebaikan, mereka berbeda pendapat dengan ulama sunni. Orang-orang muktazilah , ketika akan menyeru seseorang kepada kabaikan, di mulai dari hat dahulu, kemudaian dengan lidah, lalu tangan, kalau masih tidak bisa, baru menggunakan pedang.
Tokoh-tokoh Muktazilah yang terkenal ialah:
  1. Wasil bin Ata, lahir di Madinah, pelopor ajaran ini.
  2. Abu Huzail al-Allaf (751-849 M), penyusun lima ajaran asas Muktaziliyah.
  3. an-Nazzam, murid Abu Huzail al-Allaf.
  4. Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab al-Jubba’i (849-915 M).
  • <span>Sunni</span>
<span>Terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni.</span> Di dalam keyakinan sunni empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti. <span>Perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental. Perbedaan mazhab bukan pada hal Aqidah (pokok keimanan) tapi lebih pada tata cara ibadah.</span> Para Imam mengatakan bahwa mereka hanya ber-ijtihad dalam hal yang memang tida ada keterangan tegas dan jelas dalam Alquran atau untuk menentukan kapan suatu hadis bisa diamalkan dan bagaimana hubungannya dengan hadis-hadis lain dalam tema yang sama. Mengikuti hasil ijtihad tanpa mengetahui dasarnya adalah terlarang dalam hal akidah, tetapi dalam tata cara ibadah masih dibolehkan, karena rujukan kita adalah Rasulullah saw. dan beliau memang tidak pernah memerintahkan untuk beribadah dengan terlebih dahulu mencari dalil-dalilnya secara langsung, karena jika hal itu wajib bagi setiap muslim maka tidak cukup waktu sekaligus berarti agama itu tidak lagi bersifat mudah.
<span>Mahzab Hanafi</span>
Di dirikan oleh Imam Abu Hanafiah.
Dasar-dasar Abu Hanifah dalam Menetapkan suatu hukum fiqh bisa dilihat dari urutan berikut:
1. Al-Qur'an
2. Sunnah, dimana beliau selalu mengambil sunnah yang mutawatir/masyhur. Beliau mengambil sunnah yang diriwayatkan secara ahad hanya bila rawi darinya tsiqah.
3. Pendapat para Sahabat Nabi (Atsar)
4. Qiyas
5. Istihsan
6. Ijma' para ulama
7. Urf masyarakat muslim
<span>Mahzab Maliki</span>
Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas atau bernama lengkap Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirul Ashbani. Mazhab ini berpegang pada :
  1. Al-Qur'an
  2. Hadits Rasulullah yang dipandang sah
  3. Ijma' ahlul Madinah. Terkadang menolak hadits yang berlawanan atau yang tak diamalkan ulama Madinah
  4. Qiyas
  5. Istilah<span> </span>
<span>Mazhab Syafi’i</span>
Dicetuskan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Syafi'i.
Dasar-dasar mazhab yang pokok ialah berpegang pada hal-hal berikut.
  1. Al-Quran, tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama sekali selalu mencari alasannya dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam.
  2. Sunnah dari Rasulullah SAW kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah Nabi).
  3. Ijma' atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak terdapat perbedaan pendapat dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Imam Syafi'i sebagai landasan hukum adalah ijma' para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum; karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.
  4. Qiyas yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma' tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i menolak dasar istihsan dan istislah sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.

<span>Mazhab Hambali</span>
Mazhab Hambali / Imam Ahmad bin Hanbal dicetuskan oleh Ahmad bin Muhammad Hanbal bin Hilal. Dasar-dasarnya yang pokok ialah berpegang pada :
  1. al-Qur-an
  2. Hadits marfu'
  3. Fatwa sahabat dan mereka yang lebih dekat pada al-Qur-an dan hadits, di antara fatwa yang berlawanan
  4. Hadits mursal
  5. Qiyas

  • <span>Syi’ah</span>
<span>Muslim Syi'ah percaya bahwa </span>Keluarga Muhammad<span> (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang </span>Qur'an<span> dan </span>Islam<span>,</span> guru terbaik tentang Islam setelah Nabi Muhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.
Syi'ah terpecah menjadi 22 sekte. Dari 22 sekte itu, hanya tiga sekte yang masih ada sampai sekarang, yakni:
  1. dua belas imam
  2. ismailiyah
  3. zaidiyah
<span>Ajaran:</span>
  1. Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.
  2. Al-‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.
  3. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia
  4. Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian.
  5. Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.
<span>I’tikadnya tentang kenabian ialah:</span>
  1. Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000.
  2. Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad SAW.
  3. Nabi Muhammad SAW suci dari segala aib dan tiada cacat apa pun. Ialah nabi paling utama dari seluruh Nabi yang ada.
  4. Ahlul Baitnya, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan 9 Imam dari keturunan Husain adalah manusia-manusia suci.
  5. Al-Qur'an ialah mukjizat kekal Nabi Muhammad SAW.
<span>Tokoh-tokohnnya:</span>
  1. 1.      <span>Dari sekte dua belas imam (para imam mereka)</span>
  2. 2.      <span>Dari sekte Islimiyah (para imam mereka)</span> 
  3. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  4. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  5. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  6. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  7. Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
  8. Ja'far bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
  1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
  6. Jafar bin Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
  7. Musa bin Ja'far (745–799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
  8. Ali bin Musa (765–818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
  9. Muhammad bin Ali (810–835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
  10. Ali bin Muhammad (827–868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
  11. Hasan bin Ali (846–874), juga dikenal dengan Hasan al-Asykari
  12. Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi.

<span>Dari sekte Zaidiyah (para imam mereka)</span>
  1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
<span> </span>
<span>Dari segi politik, keempatnya juga memilikin perbedaan, berikut:</span><span> </span>
  1. 1.     <span>Sunni</span>
Sebagai kelompok mayoritas, pola pikir politik kaum Sunni biasanya sangat pro kepada pemerintah yang berkuasa. Ciri lain didalam pemikiran politik golongan Sunni ini adalah penekanan mereka terhadap suku Quraisy sebagai kepala Negara. Dari kalimat tersebut bisa di tarik kesimpulan bahwa sunni menggunakan pahampolitik aristokrasi (kaum ningrat) dan monarki (kerajaan).
  1. 2.     <span>Syi’ah</span>
Aliran Syi’ah ini terpecah menjadi puluhan cabang atau sekte, hal ini disebabkan karena cara pandang yang berbeda dikalangan mereka mengenai sifat imam ma’shum atau tidak dan perbedaan didalam menentukan pengganti imam. <span>Imam – imam Syi’ah, selain Ali Ibn Abi Thalib, tidak pernah memegang kekuaaan politik</span>. Mereka lebih memperlihatkan sosoknya yang memiliki integritas dan kesalehan yang tinggi. Merek tidak memiliki pengalaman praktis dalam memerintah dan menangani permaslahan politik riil.Ketika mereka melihat realitas politik tidak sesuai dengan nilai – nilai keislaman sebagaiman mereka inginkan, maka mereka mengembangkan doktrin kema’shuman imam.


Kaum Syi’ah menetapkan bahwa seorang imam:
  1. Harus ma’shum (terpelihara) salah, lupa, dan maksiat.
  2. Seorang imam boleh membuat hal luar biasa dari adat kebiasaan.
  3. Seorang iam harus memiliki ilmu yang meliputi setiap sesuatu yang berhubugan dengan syari’at.
  4. Imam adalah pembela agama dan pemelihara kemurnian dan kelestarian agar terhindar dari penyelewengan.

  1. 3.     Khawarij
Pegikut Khawarij terdiri dari suku Arab Badui yang masih sederhana cara berfikirnya, sikap keagamaan mereka sangat ekstrim dan sulit menerima perbedaan pendapat dan diterangkan oleh Abu Zahroh bahwasannya para pengikut kelompok Khawarij pada umumnya terdiri atas orang Arab pegunungan yang ceroboh dan berpikiran dangkal, beberapa sikap ekstrim ini pula yang membuat kelompok ini terpecah – pecah menjadi beberapa kelompok. Menurut mereka, hak untuk menjadi kahalifah tidak terbasta pada keluarga atau kabilah tertentu dari kalangan Arab, bukan monopoli bangsa tertentu tetapi hak semua manusia.
Pengangkatan khalifah akan sah hanya jika berdasarkan <span>pemilihan yang benar – benar bebas</span> dan dilakukan oleh semua umat Islam tanpa diskriminasi.Seorang khalifah tetap pada jabatannya selama ia berlaku adil, melaksanakan syari’at , serta jauh dari kesalahan dan penyelewengan.Jika ia menyimpang, ia wajib dijatuhi hukuman yang berupa dijatuhkan dari jabatannya atau di bunuh..
<span>Jabatan khalifah bukan hak khusus keluarga Arab tertentu,</span> bukan monopoli suku Quraisy sebagai dianut golongan lain, bukan pula khusus untuk orang Arab dengan menafikan bangsa lain, melainkan semua bangsa mempunyai hak yang sama.Khawarij bahkan mengutamakan Non Quraisy untuk memegang jabatan khalifah.Alasannya, apabila seorang khalifh melakukan penyelewengan dan melanggar syari’at akan mudah untuk dijatuhkan tanpa ada fanatisme yang akan mempertahankannya atau keturunan keluarga yang akan mewariskannya.
Dari keterangan di atas, bias di tarik kesimpulan bahwa Khawarij menganut paham Demokrasi.


  1. 4.   Mu’tazilah
Mu’tazilah berkembang menjadi sebuah aliran teologi rasional, akan tetapi sesuai dengan situai dan perkembangan saat itu, pemikiran – pemikiran mu’tazilah merambah kelapangan siyasah, hal ini dapat dilihat dari tokoh mereka <span>Abd al – Jabbar</span> yang berbicara tentang khalifah, ia berpandangan bahwa <span>pembentukan lembaga khalifah bukanlah kewajiban</span> berdasarkan syar’i karena nash tidak tegas mempermasalahkan untuk membentu negara<span> </span>

ADAB-ADAB MAKAN ISLAM

Adab-Adab Makan
a. Memulai makan dengan mengucapkan Bismillah.
Berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila salah seorang diantara kalian hendak makan, maka ucapkanlah: ‘Bismilah.’ Dan jika ia lupa untuk mengucapkan Bismillah di awal makan, maka hendaklah ia mengucapkan ‘Bismillahi Awwalahu wa Aakhirahu (dengan menyebut nama Allah di awal dan diakhirnya).’” (HR. Daud Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Ibnu Majah: 3264)

b. Hendaknya mengakhiri makan dengan pujian kepada Allah.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa telah selesai makan hendaknya dia berdo’a: “Alhamdulillaahilladzi ath’amani hadza wa razaqqaniihi min ghairi haulin minni walaa quwwatin. Niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Daud, Hadits Hasan)
Inilah lafadznya,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وََرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حوْلٍ مِنِّي وَ لاَ قُوَّةٍ

“Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan ini kepadaku dan yang telah memberi rizki kepadaku tanpa daya dan kekuatanku.”
Atau bisa pula dengan doa berikut,

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَنْدًا كثِيراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيهِ غَيْرَ (مَكْفِيٍّ وَ لاَ) مُوَدَّعٍ وَ لاَ مُسْتَغْنَيً عَنْهُ رَبَّناَ

“Segala puji bagi Allah dengan puja-puji yang banyak dan penuh berkah, meski bukanlah puja-puji yang memadai dan mencukupi dan meski tidaklah dibutuhkan oleh Rabb kita.” (HR. Bukhari VI/214 dan Tirmidzi dengan lafalnya V/507)
c. Hendaknya makan dengan menggunakan tiga jari tangan kanan.
Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dengan menggunakan tiga jari.” (HR. Muslim, HR. Daud)
d. Hendaknya menjilati jari jemarinya sebelum dicuci tangannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila salah seorang diantara kalian telah selesai makan maka janganlah ia mengusap tangannya hingga ia menjilatinya atau minta dijilati (oleh Isterinya, anaknya).” (HR. Bukhari Muslim)
e. Apabila ada sesuatu dari makanan kita terjatuh, maka hendaknya dibersihkan bagian yang kotornya kemudian memakannya.
Berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila ada sesuap makanan dari salah seorang diantara kalian terjatuh, maka hendaklah dia membersihkan bagiannya yang kotor, kemudian memakannya dan jangan meninggalkannya untuk syaitan.” (HR. Muslim, Abu Daud)
f. Hendaknya tidak meniup pada makanan yang masih panas dan tidak memakannya hingga menjadi lebih dingin, hal ini berlaku pula pada minuman. Apabila hendak bernafas maka lakukanlah di luar gelas, dan ketika minum hendaknya menjadikan tiga kali tegukan.
Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk menghirup udara di dalam gelas (ketika minum) dan meniup di dalamnya.” (HR. At Tirmidzi)
g. Hendaknya menghindarkan diri dari kenyang yang melampaui batas.
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk bernafasnya.” (HR. Ahad, Ibnu Majah)
h. Makan memulai dengan yang letaknya terdekat kecuali bila macamnya berbeda maka boleh mengambil yang jauh.
Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Wahai anak muda, sebutkanlah Nama Allah (Bismillah), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari apa-apa yang dekat denganmu.” (HR. Bukhari Muslim)
i. Hendaknya memulai makan dan minuman dalam suatu jamuan makan dengan mendahulukan (mempersilakan mengambil makanan terlebih dahulu) orang-orang yang lebih tua umurnya atau yang lebih memiliki derajat keutamaan.
j. Ketika makan hendaknya tidak melihat teman yang lain agar tidak terkesan mengawasi.
k. Hendaknya tidak melakukan sesuatu yang dalam pandangan manusia dianggap menjijikkan.
l. Jika makan bersama orang miskin, maka hendaklah kita mendahulukan mereka.
Maroji’: Disadur dari: Adab adab Harian Muslim, Ibnu Katsir

Kamis, 16 Desember 2010

pendekatan studi islam


Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial

Ilmu-ilmu social yang dapat di gunakan dalam penelitian agama adalah spikologi, sosiologi, dan antropologi.

  1. Psikologi
Menurut William james, psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental, baik menyangkut fenomena maupun kondisi-kondisinya. Sementara itu Richard masyr mengatakan  bahwa psikologi merupakan analisis ilmiah terhadap proses mental manusia dan struktur ingatan untuk memhami prilaku manusia[1].

Dari kedua definisi di atas, dapat di simpulkan bahwa psikologis adalah disiplin imu yasng membahas tentang ‘basgian dalam’ manusia secara ilmiah dengan tujuasn memahami tingkah lakunya. Psikologi delanjutnya dapat di gunakan dalam untuk memahami asgamayang dalam hal ini di sebut psikologi agama.

Untukas memperjelas kedudukan psikologi sebagai pendekatan dalam memahami agama, marilah kita lihat agama sebagai objek kajin psikologi.

Seperti kita ketahui, agama menyangkut alam metafisik (ghaib), makhluk halus, dewa-dewa, dan lain sebagainya. Sedangkan psikologi menyangkut manusia dan alam sekitarnya. Dengan demikian, psikologi dan agama tidak dapat saling mengklaim. Psikologi tidak dapat mengklaim benar-tidaknya sesuatu yang di ajarkan oleh agama. Begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini, psikologi hanya di dalam pendekatan memahami agama itu sendiri, atau dengan kata lain, psikologi berusaha memahami tingkah laku manusia yang beragama.

Psikologi tidsak mengejar kebenaran teologi (ilmu ketuhanan) atau metafisik (ghaib). Akan tetapi, seperti yang sudah kami tuliskan pada paragraph sebelumnya, bahwa psikologi hanya terbatas pada usaha-usaha untuk memahami tingkah laku manusia beragama. Misalnya, dalam kajiannya tentang ‘mengapa’ manusia beragama atau beribadah, psikologi menemukan motif psikologis di dalamnya. Motif psikologis tersebut berupa  rasa takut (terhadap tuhan dan ancamannya), rasa cinta (terhadap Tuhan), dan lain sebagainya[2].
Namun sangat di sayangkan, balakangan ini kajian psikologi seperti kehilangan rohnya[3]. Selama ini, kajiannya hanya berputar-putar pada sekitar fisik biologis (hubungan antara psikologi dan biologi)[4] dan, psikologis, dan sosiokultural.

  1. Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk, tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu, serta kepercayaan/keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup[5].

Dari pernyataan di atas dapat di ketahui bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tatanan hidup masyarakat, struktur masyarakat, keadaan masyarakat, dan juga gejala-gejala social yang terdapat di dalamnya. Dengan ilmu ini, dapat di analisis tentang factor-faktor pendorong terjadinya hubungan dan mobilitas tersebut.

Dalam bukuny yang berjudul Islam Alternatif, Jalaludin Rahmat menuliskan/menunjukkan betapa besarnya perhatian agama islam terhadap kehidupan social[6]. Hal inilah yang mendorong banyaknya kaum agama yang mencoba memehami agamanya melalui pendekatan sosiologis. Berikut pernyataan beliau:

1)      Dalam Al-Qur’an dan kitab hadits, proporsi terbesar kedua dalam sumber hokum tersebut adalah masalah social (muamalah). Bahkan menurut Ayatullah Khomaeni dalam bukunya Al-Hukumah Al-Islamiyah yang di kutib oleh Jalaludi Rahmat, perbandingan antara ayat tentang ibadah dan ayat tentang urusan muamalah (masalah social) adalah satu banding seratus, dengan satu ayat tentang ibadah dan seratus ayat muamalah;

2)      Bilaman urusan ibadah berbenturan dengan urusan social yang penting atau mendesak, maka ibadah itu dapat di perpendek atau di tunda (tentu tidak di tinggalkan). Hal ini dapat kita lihat pada ibadah sholat, ibadah tersebut dapat di perpendek (qoshor) ataupun di di tunda dengan melakukannya di waktu sholat yang selanjutnya (jamak). Atau bahkan dapat di lakukan sekaligus (jamak dan qoshor). Tentunya dengan catatan urusan tersebut memang tidak dapat di tawar lagi.

3)      Sholat yang di lakukan secara berjama’ah (bersama-sama) akan mendapatkan ganjaran yang lebih besar jika di bandingkasn dengan sholat yang di laksanakan sendiri. Seperti kita ketahui, sholat berjama’ah mengandung nilai-nilai social.

4)      Di dalam islam, terdapat ketentuan bahwa jika urusan ibadah tidak terpenuhi (batal), maka salah satu cara penebusannya adalah dengan melakukan hal yang berhubungan dengan social. Hal ini dsapat kita lihat pada ibadah puasa pada bulan ramadhan. Jika antara ssuami dan istri bercampur di siang hari pada bulan ramadha, maka salah satu cara penebusannya adalah dengan memberikan makan pada fakir dan miskin.

5)      Dalam islam, terdapat ketentuan bahwa ibadah dalam hal kemasyarakatan  (social), akan mendapatkan ganjaran yang lebih besar. Hal ini dapat di lihat pada sabda Nabi Muahammad SAW berikut:
”Maukah kamu aku beritahukan derajat apa yang lebih utama dari pada sholat, puasa, sadaqah. (sahabat menjawab). Tentu. Yaitu mendamaikan dua pihak yang bertengkar[7]”. (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Hibban)[8].


  1. Antropologi

Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat di artikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat[9].

Melihat dari pernyataan Abuddin tersebut di atas, nampak bahwa pendekatan antropologis lebih bersifat ‘terjun ke lapangan’ (grounded). Ini sesuai dengan pernyataan Dawan Raharjo yang di kutib oleh Abuddin Nata, beliau menyatakan bahwa pendekatan antropologis lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan bersifat partisipatif.

Dengan pendekatan antropologis ini ( yang bersifat mengamati), maka dapat terlihat jelas hubungan antara agama dan berbagai macam masalah dalam kehidupan sehari-hari.


[1] Filsafat dan Metodologi Ilmu, hal 49
[2] Filsafat dan Metodologi Ilmu, hal 52
[3] Pernyataan Malik Badri, yang di kutib oleh Rafy Safuri dalam bukunya PSIKOLOGI ISLAM, hal 23
[4] Terdapat hubungan antara psikologi dan biologi. Ini bisa di lihat pada pengaruh biologis (tubuh seseorang) pada kondisi mental tertentu. Misalnya pada saat stress, maka kemungkinan untuk terkrna penyakit maagh lebih terbuka, degub jantung meningkat, tergesa-gesa, gugup dan lain sebagainya.
[5] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 2009), hlm. 38 dan 39.

[7] Seperti kita ketahui, bahwa bertengkar adalah konflik/masalah sosial
[8] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 2009), hlm 40 dan 41
[9] Ibid, hlm 35

teori-teori belajar


Teori teori tentang belajar

A Teori Belajar dan Perubahan Pradigma Belajar    
Menurut Wheeler ,teori adalah suatu perinsip atau serangkaian prinsip yang menerangkan sejumlah hubungan antara berbagai fakta dan meramalkan hasil hasil baruru berdaasankan fakta fakta tersebut,sedangkan teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umim atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan danmerupakan penjelasan atas sejumlah fakta atau penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
Teori beljar memiliki empat fungsi(Suppes,dalam Bell-Gredler,1986)yaitu
1.menjadi kerangka kerja bagi pelaksana penelitian
2.memberikan pengorganisasian kerangka kerja bagi item informasi tertentu
3.mengungkapkan kompleksitas peristiwa peristiwa sederhana secara jelas
4.mengorganisasi ulang pengalaman sebelumnya.
Dalam perkembagan teori belaja,setidaknya telah tiga kali pergantian pradigma.pertama pradigma behavioristik yang menekankan proses belajar sebagai perubahan relative permanen pada perilaku yang dapat diamati dan timbul sebagai hasil pengalaman (Mazur,dalam Eggen dan Kauchak 1997).dengan demikian penekana hanya pada prilaku yang dapat dilihat,tampa memperhatikan perubahan perubahan atau proses proses internal apapun yang terlihat di dalamnya.
Kedua,paradigm kognitif yang berpendapat bahwa belajar tidak dapat ditunjukkan oleh perubahan prilaku yang dapat diamati,akan tetapi belajar adalah perubahan structural mental inernal seseorang yang memberikan kapasitas padanya untk menunjukan perubahan perilaku.Struktural mental ini meliputi pengetahuan,keyakinan,kterampilan,harapan,dan mekanisme lainnya.dengan demikian focus paradigm ini adalah pada potensi perilaku.
Ketiga,paradigm konstruktivis yng memandang belajar sebagai proses konstruksi pengetahan oleh individu yang berdasarkan pengalaman.teori teori dalam paradig ma ini diantaranya adalah teori individual cognitive constructivist dari Jean Piget dan teori sociocultural constructivist dari Vygotsky.
B.Teori teori Belajar Behavioristik
            Teori belajar behavioristik menerapkan peruses belajar sebagai perubahan relative permanen pada perilaku yang dapat diamati dan timbul sebagai hasil pengalaman.Dari defenisitersebut Nampak bahwa perubahan perilaku yang disebabkan oleh sakit,distress emosiona,atau kematangan yang tidak dapat disebut sebagai belajar.
Tiga teori behavioristik tentang belajar yang cukup terkenal adalah teori connectionism,classical conditioning,dan operant conditioning .
1.Teori Connectionisme
Teori connectionism ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L.Thorndike (1874-1949).menurut thondike,seluruh kegiatan belajar didasarkan pada jaringan asosiasiatau hubungan (bonds)yangdibentuk antara stimulus dan respon.Karena itu teori ini disebut juga S-R bond theory atau S-R psychology of learning.asumsinya bahwa otak siswa dapat menyerap dan menyimpan jejak jejak mental aspek individual
dari sebuah setuasi.Bila aspek aspek tersebut didasarkan,mereka mengaktifkan jejak mental yang  yaberhubungan. Jejak mental trsebut pada glirannya berkaitan secara kolektif dengan respon-rspon khusus. Bila asosiasi tersebut t rbentuk utuh, setiap waktu bila seorang siswa di harapkan pada suatu situasi maka ia pasit akan menunjukkan respon tertentu. Selain itu teori ini juga di sebut trial and error learning. Hal ini berhubungan yang trbentukk antara stimulasi dan respon tersebut timbul terutama melalui trial and error, yaitu suatu upaya mencoba berbagai resppon untuk mencapai stimulaasi berkali-kali mengalami kegagalan.
            Thordike juga membuat rumusan 3 hukum belajar mayor, yaitu:
a.       Law of readiness (hukum kesiapan)
Belajar akan terjadi bila ada kesiapan dari individu. Manakala organism, baik manusia maupun hewan memiliki kesiapan untuk belajar, maka ia akan mengalami kepuasan, tetapi jika ia tidak siap maka akan terjadi kekecewaan. Thorndike percaya bahwa kesiapan adalah kondisi belajar yang penting, karena kepuasan atau frustasi bergantung pada kondisi kesiapan individu. Kalau idividu tidak siap, ia akan megalami dalam belajar dan kegagalan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan ia menjadi frustasi. Oleh karena itu, sekolah tidak dapat memaksa siswa untuk belajar jika mereka tidak siap, baik secara biologis ataupun psikologis.
b.      Law of exercises (hukum latihan)
Prilaku sebagai hasil belajar terbentuk karena adanya hubungan antara stimulasi dan respon. Hubungan tersebut akan di perkuat atau di perlemah oleh timgkat intensitas dan duras pengulangan hubungan atau latihan. Jika tidak terjadi latihan selama beberapa waktu, hubungan akan melemah. Sebaliknya, hubungan akan bertambah kuat kalau ada latihan. Implikasinya dalam proses pembelajaran,guru perlu memberikan kesempatan latihan sebanyak mungkin pada siswa, sehingga mencapai hasil yang di harapkan. Thorndike merevisi hukum ini latihan saja tidak kalah cukup, latihan hanya akan membawa hasil bila di ikuti atau di sertai hadiah (reward) atau hukuman (pounishment).
c.       Law of effect (hukum efek)
Jika sebuah respon menghasilkan efek yang menyenangkan hubungan antara stimulasi dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya semakin tidak memuaskan efek yang di hasilkan respon, semakin lemah pula hubungan stimulasi dan respon tersebut, kemudia pada akhirnya respon tersebut tidak di munculkan lagi. Implikasinya dalam proses pembelajaran guru perlu memberikan hadiah bagi perilaku positif yang di tunjukkan oleh siswa. Sebaliknya terhadap prilaku negative, perlu di berikan hukuman. Thorndike juga merevisi hukum ini. Menurutnya dalam keadaan aksi simetris mungkin di lakukan, hadiah lebih kuat pengaruhnya dari pada hukuman.
2. teori classical conditioning
teori classical conditioning berkembang berdasarkan eksperiment yang di lakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936). Dalam eksperimennya Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui bagaimana reflex bersyarat terbentuk dengan adanya hubungan antara conditioned stimulus (CS) , unconditioned stimulus (UCS) dan conditioned respon (CR). Pertama-tama, anjing di operasi pada salah satu kelenjar air liurnya di beri alat penampung yang di hubungkan dengan pipa kecil sehingga jika air liurnya keluar dapat lihat oleh peneliti. Sebelum melakukan eksperimen anjing selalu mengeluarkan air liurnya setiap kali melihat makanan. Namun ketika hanya mendengar bunyi bel maka air liurnya tidak keluar.
Secara singkat eksperimen tersebut di gambarkan sbb:
·         Sebelum eksperimen      :pemberian makanan (UCS)-air liur keluar (CR)
Bunyi bel (CS)-air liur tidak keluar (CS)
·         Eksperimen                   :bunyi bel (UCS) + pemberian makanan (CS)-air liur keluar (CR)
·         Setelah eksperimen        :bunyi bel (CS)-air liur keluar (CR).

3. Teori operant conditioning
Teodri ini dikemukakan oleh BF.Skiner pada tahun1930 an. Di namakan operant conditioning karena rspon bereaksi terhadap lingkungan sebagai efek yang di timbulkan oleh rainforce. Menurut Skinner, sebagian besar periaku manusia adalah berupa respon atau jenis perilaku operant. Menrutut skinner pula, perilaku terbentuk oleh konskuensi yang menyenangkan akan membuat prilaku yang sama di ulangi lagi, sebaliknya konskuensi yang tidk menyenangkan akan di membuat perilaku I hindari.berdasarkan teori ini, skinner merumuskan prosedur pembentukan perilaku. Secara sederhana, prosdur tersebut terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut:
a.       Identifikasi kemungkinan rainforcer bagi perilaku yang akan di bentuk.
Pada tahap ini, di lakukan identifikasi terhadap berbagai  kemungkinan rainforcer yang tepat sebagai stimulusbagi perilaku yang akan di bentuk. Yang harus di pertimbangkan pada proses ini adalah kuat lemahnya rainforcer bagi subjek dan tingkat usia subjek.
b.      Analisis komponen-komponen perilaku.
Pada tahap di lakukan perincian komonen-komponen yang terkandung dalam perilaku yang ingin di bentuk. Komonen komponen terdebut lalu di susun dalam urutan yang tepat untuk menuju kapada terbentuknya perilaku. Buatlah komponen yang serinci mungkin untuk memastikan bahwa komponen-komponen tersebut bermuara pada perilaku yang di maksud.
c.       Identifikasi rainforcer untuk masing-masing komponen perilaku.
Pada taha ini semua kemungkinan rainforcer yang dianggap potensial bagi pembentukan setiap komponen perilaku di identifikasi untuk kemudian di persiapkan.
d.      Melaksanakan pembentukan periaku sesuai dengan urutan komponen perilaku yang telah di susun.
Pada tahap ini semua perencanaan pembentukan perilaku beserta rainforcernya di laksanakan. Kalau komponen pertama telah di lakukan maka hadiahnya di berikan hingga komponen tersebut makin cenderung  untuk sering di lakukan. Kalau ini sudah terbentuk, pemberian hadiah di hentikan, di lanjutkan pada pemberian hadiah pada komponen ke dua bila telah di lakukan. Ini juga di lakukan berulang-ulang hingga komponen ke dua juga terbentuk. Demikian seterusnya sehingga semua komponen erilau terbentuk.
C.     Teori teori belajar kogninif
Teori belajar ini menjelaskan belajar dengan berfokus pada perubahan perubahan proses mental internal yang di gunakan dalam upaya memahami dunia eksternal. Teori teori belajar kognitif menekankan bahwa dalam proses belajar, pemelajar aktif dalam pengembangan pemahaman mereka sendiri tentang topic yang mereka pelajari.
            Dari perspektif kognitif, belajar adalah perubahan dalam struktur mental seseorang yang memberikan kapasitas untuk  menunjukkan perubahan perilaku. Struktur mental ini meliputi pengetahuan, keyakinan, keterampilan, haraan dan mekanisme lain dalam kepala pemelajar. Fokus  teori kognitif adalah potensi untuk berprilaku dan bukann pada pelakunya sendiri. Menurut eggen dan kaucak (1997), psikologi kognitif merupakan orientasi teoritis eklektik Karena tidak ada teori belajar yang kognitif yang tunggal, tetapi lebih pada sekumpulan kognitif.
            Di antara teori teori belajar kognitif yang terkenal adalah teori cognitive field, teori schema dan information processing theory.
1.      Teori kognitif fied
Teori ini di kemukakan oleh kurt lewin (1892-1947). Menurutnya, masing masing individu berada dalam medan kekuatan yang bersiafat psikologis di mana ia bereaksi terahadap life space yang mencakup perwujudan lingjungan di mana individu bereaksi. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan perubahan dalam struktur kognitif. Artinya, apa bila seseorang belajar maka akan bertamabah pengetahuannya. Yang lebih berperan penting adalah motivasi bukan punishment.
2.      Teori schema
Teori in  mengemukakan keberdaan struktur pengetahuan yang di sebut dengan schema atau schemata yang memiliki dua bentuk, yaitu: bentuk objek dan bentuk kejadian. Bentuk terakhir secara umum di sebut sebagai scrit.
Schema di bentuk  melalui sebuah proses abstraksi. Schema yang sudah di bentuk akan mempngaruhi apa yang di ingat tentang sebuah pengalaman melalui tiga proses, yaitu: seleksi, pengmabilan intisari, dan interpretasi. Schema juga di modifikasi dengan tiga proses, yaitu dengan penembahan, penyesuaian, dan restrukturisasi.
Ada tiga implementasi utama dari teori schema dalama praktek pendidikan (Byners, 1996), yaitu:
a.       Guru harus memendang belajar sebagai perolehan dan modifikasi schema dan bukan perolehan tanpa makna.
b.       Guru harus mengetahui bahwa tanpa berbagai alat bantu belajar,  siswa terkadang hanya menyerap sedikit pengalaman.
c.       Belajar yang bermakna timbul bila siswa dapat memasukkan informasi baru ke dalam schema yang telah ada atau bila mereka dapat menciptakan schema baru dengan cara analogi terhadap shemata yang lama.

a.       Teori pemrosesan informasi (information procecing theori)
Teori pemrosesan informasi adalah teori  kognitif tentang belajar yang menggambarkan pemrosesan, penyimpanan dan perolehan penetahuan oleh pikiran (Byrnes, 1996).
Menurut teori ini, belajar adalah menyangkut tentang bagaimana informasi  dari lingkungan dapat di simpan dalam memori. Komponen pertama adalah komponen penyimpanan informasi (memori), yatiu tempat penyimpanan data, yang di gunakan untuk menyiman informasi. Komponen ke dua adalah proses kognitf, yaitu tindakan internal, intelektual yang mentransfer informasi dari suatu penyimpanan ke tempat penyimpanan yang lain. Komponen ke tiga adalah metakognisi, yaitu pengetahuan dan kontrol terhadap proses-proses kognitif.
Teori pemrosesan informasi memiliki dua implikasi pokok terhadap praktek pendidikan (Byners, 11996), yaitu:
a.       Guru perlu mengetahui bahwa pada dasarnya siswa memiliki keterbatasan dalam memproses dan mengingat informasi.
b.       Guru harus memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan pengulangan dan latihan.

D.     Teori-teori belajar konstruktivis
Fosnot (1996), mengatakan konstruktivisme adalah teori tentang pengetahua belajar, yang menguraikan tentang apa itu mengetahui, dan bagaimana seseorang menjadi tahu.
Dari perspektif konstruktivisme, belajar di pandang sebagai suatu proses pengaturan diri melawan konflik antara model pribadi yang telah ada tentang dunia dan pemahaman baru yang tidak sesuai, mengonstruksikan representasi dan model realitas baru yang bermakna dengan berupaya mengembangkan alat dan simbol-simbol, selanjutnya menegosiasi makan tersebut melalui akivitas sosial, dialog, dan debat.
Initi dari kegiatan pembelajaran dalam hal ini adalah penataan lingkungan belajar. Lingkungan belajar berarti di mana si pemelajar dapat bekerja sama dan saling mendukung satu sama lain, sebagaimana mereka menggunakan berbagai sarana dan sumber infomasi dalam mencapai tujuan belajar dan aktivitas pemecahan masalah (Wilson, 1996). Sedangkan tujuan belajar menurut konstruktivis adalah menanamkan pada diri si pemelajar rasa tanggung jawab dan kemandirian, mampu mengembangkan studi, penyelidikan dan pemecahan masalah nyata, kebermaknaan dan berdasarkan situasi nyata, dan menggunakan aktivitas belajar dinamik yang dapat meningkat pada level operasi tingkat tinggi.
Menurut Eggen dan Kauchak (1997), ada empat ciri teori konstruktivis, yaitu:
1.       Dalam proses belajar,  individu mengembangkan pemahaman sendiri, bukan menerima pemahaman dari orang lain;
2.       Proses belajar sangat  tergantung pada  pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya;
3.       Belajar di fasilitasi oleh interaksi sosial, dan;
4.       Belajar yang bermakna timbul dalam tugas-tugas belajar yang otentik.

Dari berbagai pandangan kondtruktivis yang  adalah, ada dua yng mendominasi, yaitu:
1.      Teori individual construktivis
Di kemukakan oleh jean peaget (1977). Teori ini berfokus pada konstruksi internal individu terhadap pengetahuan (Fowler, Moshman, dalam Eggen dan Kauchak, 1997). Teori ini menekankan pada aktivitas belajar yang di tentukan oleh pemelajar sendiri. Dengan demikian, belajar merupakan proses reorganisasi kognitif secara aktif (Duffy dan Cunningham, 1996).
Teori ini juga mengemukakan tahap-tahap perkembangan  pribadi serta pertambahan umur yang memengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, perkembangan kapasitas mental baru yang sebelumnya tidak ada. Dalam hal ini, perkembangan kognitif manusia melalui 4 tahap, yaitu:
1.       Tahap sensori motoris (0-2 tahun), anak hanya dapat mengetahui hal-hal yang  di tangkap melalui indranya.
2.       Tahap preoperasional (2-7 tahun),  mulai timbul perkembangan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal di jumpai;
3.       Tahap operasional kongkrit (7-11 tahun), anak telah dapat berpikir kongkrit;
4.       Tahap operasional formal (11-15 tahun), anak telah mempunyai pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk yang  kompleks.

2.      Teori sociocultural construktivist
Teori ini di kemukakan oleh lev vygotsky (Brunig dkk, 1995). Teori ini brpandangan bahwa pengetahuan berada dalam konteks sosial, karenanyan di tekankan pentingnya bahasa dalam belajar yang timbul dalam situasi-situasi sosial yang berorientasi pada aktivitas. (Eggen dan Kauchak, 1997). Meurut vygotsky, anak anak hanya dapat belajar dengan cara terlibat langsung dalam aktivitas bermakna dengan orang yang lebih pandai. Dengan berinteraksi dengan orang lain, anak memperbaiki pemahaman dan pengetahuan mereka dan membantu membentuk pemehaman tentang orang lain. Menurut eggen dan kauchak (1997), penerapan ZPD dalam pembelajaran mencakup tiga tugas, yaitu:
1)      Pengukuran;
2)      Pemilihan aktivitas belajar;
3)      Pemberian dukungan pembelajaran untuk membantu siswa melalui zonanya secara berhasil.

Tugas selanjutnya adalah menyesuaikan tugas tugas belajar dengan level perkembangan siswa. Jika tugas terlalu mudah maka tidak perlukan pembelajaran, tapi jika tugas terlalu berat maka siswa menjadi bingung dan frustasi. Karenanya di perlukan penyederhanaan tugas siswa  yang kurang memiliki kemampuan dan peningkantan tugas bagi yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.
Tugas selanjutnya adalah memberikan dukungan pembelajaran. Ini di lakukan dengan menerapkan konsep scaffolding. Dalam hal ini, ada beberapa tipe scaffolding yang dapat di terapkan (Eggen dan Kauchak), yaitu:
1)      Modelling
2)      Think aloud
3)      Pertanyaan-pertanyaan.



Teori vygotsky memiliki 4 implikasi pendidikan yang utama, yaitu:
  1. guru harus bertindak sebagai scaffold yang memberikan bimbingan yang cukup untuk membantu anak anak mencapai kemajuan;
  2. pembelajaran harus selalu berupaya mempercepat level penguasaan terkini anak anak;
  3. untuk menginternalisasi keterampilan pada anak anak, pembelajaran harus berkembang dalam empast fase. Pada fase pertama, guru harus menjadi model dan memberikan komentar verbal mengenai apa yang mereka lakukan dan apa alasannya. Pada fase ke dua,  siswa harus berupaya mengimitasi apa yang di lakukan guru. Pada fase ke tiga, guru harus mengurangi inervensinya secara progresif begitu siswa telah menguasai meteri trsebut. Keempat, guru dan siswa secara berulang ulang mengambil peran secara bergiliran.
  4. anak anak perlu berulang ulang di hadapkan dengan konsep-konsep ilmiah agar konsep spontan mereka menjadi lebih akurat dan umum.